A. Dakwah Nabi Muhammad untuk
Menyempurnakan Akhlak Manusia
Setelah Nabi Miuhammad SAW menerima
wahyu, maka secara resmi beliau telah diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT.
Beliau mempunyai kewajiban untuk membina umat yang telah berada dalam kesesatan
untuk menuju jalan yang lurus. Dakwah Nabi Muhammad SAW dimulai dari wilayah
Makkah di jazirah Arab, walaupun pada akhirnya ajaran beliau adalah untuk
seluruh umat manusia. Jauh sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW, sebenarnya
Allah SWT juga telah mengutus nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. Kedua
Rasul ini telahberhasil membina bangsa Arab dan masyarakat makkah menjadi orang
yang beriman dan henya menyembah kepada Allah SWT. Bahkan kedua Rasul tersebut
juga diperintah Allah SWT untuk membangun Ka’bah di Makkah. Namun dengan berjalanya
waktu, keimanan masyarakat Makkah menjadi luntur dan berubah menjadi
kemusyrikan dengan menyembah patung dan berhala. Mereka tidak hanya mengalami
kerusakan dalam hal aqidah, bahkan akhlaknya juga rusak.
Nabi Muhammad SAW sebagai rasul tidak
henti-hentinya berusaha memperbaiki akhlak masyarakat yang sudah rusak
tersebut. Untuk memperbaiki akhlak, maka Allah SWT telah mengutus rasul yang
memang semenjak kecil dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang sangat mulia
akhlaknya. Sejak masih kecil, remaja, sampai dewasa Nabi Muhammad sudah dikenal
oleh masayarakat Makkah sebagai orang yang mempunyai kepribadian baik, berbeda
dengan kebanyakan orang saat itu. Penampilannya pun sederhana, bersahaja, dan
berwibawa. Ketika ia berjalan badannya agak condong kedepan, melangkah sigap
dan pasti. Raut mukanya menunjukkan pikirannya yang cerdas, tajam, dan jernih.
Pandangan matanya menunjukkan keteduhan dan kewibawaan, membuatorang patuh
kepadanya. Ia juga dikenal sebagai orang yang jujur dalam setiap perkataan
maupun perbuatan. Dengan sifatnya yang demikian itu tidak heran bila Khadijah,
majikannya menaruh simpati kepadanya, dan tidak pula mengherankan bila Muhammad
diberi keleluasaan mengurus hartanya. Khadijah juga membiarkannya menggunakan
waktu untuk berpikir dan menuangkan hasil pemikirannya. Akhirnya Muhammad dan
Khadijah menikah menjadi sepasang suami istri yang sangat setia dan memiliki
anak-anak yang shalih.
Muhammad mendapat kurnia Tuhan dalam
perkawinannya dengan Khadijah, mereka berada dalam kedudukan yang tinggi dan
harta yang cukup. Seluruh penduduk Makkah memandangnya dengan rasa segan dan
hormat. Mereka mensyukuri karunia Tuhan yang diberikan kepadanya serta anak dan
keturunan yang baik. Semua itu tidak mengurangi pergaulannya dengan penduduk
Makkah baik yang kaya maupun yang miskin. Dalam kehidupan hari-hari, Muhammad
bergaul baik dengan masyarakat sekitar. Bahkan setelah menikah dengan Khadijah
ia lebih dihormati di tengah-tengah masyarakat. Dengan dihormati orang Muhammad
tidak menjadi tinggi hati, namun ia menjadi semakin rendah hati. Bila ada yang
mengajaknya bicara ia mendengarkan dan memperhatikannya tanpa menoleh kepada
orang lain. Perilakunya yang demikian sangat berbeda dengan kebanyakan orang
Makkah yang menjadi sombong dan congkak ketika dihormati, dan marah-marah
ketika merasa tidak dihormati. Muhammad juga bukan termasuk orang yang suka
mengobral perkataan, ia berkata seperlunya, dan ia lebih banyak mendengarkan.
Bila bicara selalu bersungguh-sungguh, tapi sungguhpun begitu ia sesekali
membuat humor dan bersenda-gurau. Sifatnya yang jujur tersebut juga sangat
berbeda dengan kebanyakan orang Makkah yang suka berbohong, membual, dan sulit
dipercaya. Setiap bertemu orang Muhammad selalu tersenyum. Pada saat-saat
tertentu juga bercanda dan terkadang tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila
ia marah tidak pernah sampai tampak kemarahannya, hanya antara kedua keningnya
tampak sedikit berkeringat, hal ini disebabkan ia menahan rasa amarah dan tidak
mau menampakkannya keluar. Semua itu terbawa oleh kodratnya yang selalu lapang
dada, berkemauan baik dan menghargai orang lain. Ia Bijaksana, murah hati dan
mudah bergaul. Tapi ia juga mempunyai tujuan pasti, berkemauan kuat, tegas dan
tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian ini berpadu dalam
dirinya dan meninggalkan pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yang
bergaul dengan dia. Bagi orang yang melihatnya tiba-tiba, sekaligus akan timbul
rasa hormat, dan bagi orang yang terbiasa bergaul dengannya akan timbul rasa
cinta kepadanya.
Muhammad menjalin hubungan baik kepada
penduduk Makkah. Ia juga berpartisipasi dalam kegiatan sosial dalam kehidupan
masyarakat hari-hari. Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana
banjir besar yang turun dari gunung kemudian menimpa dan meretakkan dinding-dinding
Ka’bah yang memang sudah rapuh. Sebelum itupun masyarakat suku Quraisy memang
sudah memikirkannya. Ka’bah yang tidak beratap itu menjadi sasaran pencuri
mengambil barang-barang berharga di dalamnya. Hanya saja masyarakat suku
Quraisy merasa takut kalau bangunannya diperkuat, pintunya ditinggikan dan
diberi atap, dewa Ka’bah yang suci itu akan menurunkan bencana kepada mereka.
Sepanjang zaman Jahiliyyah keadaan mereka diliputi oleh berbagai macam legenda
yang mengancam bagi siapapun yang berani mengadakan sesuatu perubahan terhadap
Ka’bah. Dengan demikian perbuatan itu dianggap tidak umum.
Tetapi sesudah mengalami bencana banjir
tindakan demikian itu adalah suatu keharusan, walaupun masih diliputi rasa
takut dan ragu-ragu. Bertepatan dengan kejadian itu, kapal milik seorang
pedagang Romawi bernama Baqum yang datang dari Mesir terhempas di laut dan
pecah. Sebenarnya Baqum adalah seorang ahli bangunan yang mengetahui masalah
perdagangan. Sesudah suku Quraisy mengetahui hal ini, maka berangkatlah al-Walid
bin al-Mughira dengan beberapa orang dari Quraisy ke Jeddah menemui Baqum.
Kapal itu kemudian dibelinya, kemudian diajaknya berunding supaya sama-sama
datang ke Makkah guna membantu mereka membangun Ka’bah kembali. Baqum
menyetujui permintaan itu. Pada waktu itu di Makkah ada seorang Kopti yang
mempunyai keahlian sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahwa diapun akan
bekerja dengan mendapat bantuan Baqum.
Sudut-sudut Ka’bah oleh suku Quraisy
dibagi empat bagian tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan
dibangun kembali. Sebelum bertindak melakukan perombakan itu mereka masih
ragu-ragu dan khawatir akan mendapat bencana. Kemudian al-Walid bin al-Mughira
tampil ke depan dengan merasa sedikit takut. Setelah berdoa kepada dewa-dewanya,
ia mulai merombak bagian sudut selatan. Orang-orang menunggu apa yang akan
dilakukan Tuhan terhadap al-Walid. Tetapi setelah sampai pagi hari tak terjadi
apa-apa, mereka pun beramai-ramai merombaknya dan memindahkan batu-batu yang
ada. Muhammad pun ikut dalam kerja bakti itu.
Sesudah bangunan itu setinggi orang
berdiri dan tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya
semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy, siapa
yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu pada tempatnya semula.
Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang
saudara. Keluarga Abdud Dar dan keluarga ‘Adi bersepakat takkan membiarkan
kabilah yang manapun campur tangan dalam kehormatan yang besar ini. Untuk itu
mereka mengangkat sumpah bersama. Keluarga Abdud Dar membawa sebuah baki berisi
darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu guna memperkuat sumpah
mereka. Karena itu lalu diberi nama La’aqatud Dam, yakni ‘jilatan darah.’ Abu
Umayyah bin al-Mughira dari Bani Makhzum, adalah orang yang tertua di antara
mereka. Ia dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan serupa itu ia
berkata kepada mereka:
"Serahkanlah putusan kamu ini di tangan orang yang pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."
Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru: "Ini al-Amin (orang yang terpercaya) ; kami dapat menerima keputusannya." Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada Muhammad. Iapun mendengarkan dan sudah melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan itu. Ia berpikir sebentar, lalu katanya: "Kemarikan sehelai kain," katanya. Setelah kain dibawakan dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian katanya; "Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini." Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan. Lalu Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkannya di tempatnya. Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan. Quraisy menyelesaikan bangunan Ka’bah sampai setinggi delapanbelas hasta (± 11 meter), dan ditinggikan dari tanah sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menyuruh atau melarang orang masuk. Di dalam Ka’bah itu mereka membuat enam batang tiang dalam dua deretan dan di sudut barat sebelah dalam dipasang sebuah tangga naik sampai ke teras di atas lalu meletakkan Hubal di dalam Ka’bah. Juga di tempat itu diletakkan barang-barang berharga lainnya, yang sebelum dibangun dan diberi beratap menjadi sasaran pencurian.
"Serahkanlah putusan kamu ini di tangan orang yang pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."
Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru: "Ini al-Amin (orang yang terpercaya) ; kami dapat menerima keputusannya." Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada Muhammad. Iapun mendengarkan dan sudah melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan itu. Ia berpikir sebentar, lalu katanya: "Kemarikan sehelai kain," katanya. Setelah kain dibawakan dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian katanya; "Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini." Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan. Lalu Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkannya di tempatnya. Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan. Quraisy menyelesaikan bangunan Ka’bah sampai setinggi delapanbelas hasta (± 11 meter), dan ditinggikan dari tanah sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menyuruh atau melarang orang masuk. Di dalam Ka’bah itu mereka membuat enam batang tiang dalam dua deretan dan di sudut barat sebelah dalam dipasang sebuah tangga naik sampai ke teras di atas lalu meletakkan Hubal di dalam Ka’bah. Juga di tempat itu diletakkan barang-barang berharga lainnya, yang sebelum dibangun dan diberi beratap menjadi sasaran pencurian.
Kejadian ini berlangsung saat Muhammad
berusia 35 tahun, dan keputusannya mengambil batu dan diletakkan di atas kain
lalu mengambilnya dari kain dan diletakkan di tempatnya dalam Ka’bah,
menunjukkan betapa tingginya kedudukannya dimata penduduk Makkah, betapa
besarnya penghargaan mereka kepadanya sebagai orang yang berjiwa besar. Pada
tahun 611 M, waktu itu Muhammad berusia 40 tahun beliau menerima wahyu yang
pertama. Di puncak Gunung Hira, – sejauh dua farsakh sebelah utara Makkah – terletak
sebuah gua yang sangat kondusif untuk tempat menyendiri (berkhalwat). Sepanjang
bulan Ramadan tiap tahun Muhammad pergi ke sana dan berdiam di tempat itu. Ia
tekun dalam merenung dan beribadah, menjauhkan diri dari segala kesibukan hidup
dan keributan manusia. Ia mencari Kebenaran tentang keberadaan Tuhan dan
merenungkan keboborokan perilaku sehari-hari masyarakat Arab saat itu. Demikian
kuatnya ia merenung mencari hakikat kebenaran itu, sehingga lupa ia akan
dirinya, lupa makan, lupa segala yang ada dalam hidup ini. Sebab, segala yang
dilihatnya dalam kehidupan manusia sekitarnya, bukanlah suatu kebenaran.
Ia merenung untuk mencari jawaban
mengenai perilaku masyarakat dalam masalah-masalah hidup. Apa yang disajikan
sebagai kurban-kurban untuk tuhan-tuhan mereka itu, bukanlah sesuatu yang dapat
dibenarkan menurut rasio dan nurani yang jernih. Berhala-berhala yang tidak
berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki, tak dapat
memberi perlindungan kepada siapapun yang ditimpa bahaya tidak selayaknya
dipuja dan disembah. Hubal, Lata dan ‘Uzza, dan semua patung-patung dan
berhala-berhala yang terpancang di dalam dan di sekitar Ka’bah, tak pernah
menciptakan seekor lalat sekalipun, atau akan mendatangkan suatu kebaikan bagi
Makkah. Ketika itulah ia percaya bahwa masyarakatnya telah tersesat, jauh dari
kebenaran.Keyakinan mereka terhadap keberadaan Tuhan telah rusak karena tunduk
kepada khayal berhala-berhala serta kepercayaan-kepercayaan semacamnya.
Kebenaran itu ialah Allah, Khalik seluruh alam, tak ada tuhan selain Dia.
Kebenaran itu ialah Allah Pemelihara semesta alam. Dialah Maha Rahman dan Maha
Rahim.
Kebenaran itu ialah bahwa manusia
dinilai berdasarkan perbuatannya. "Barangsiapa mengerjakan kebaikan
seberat atompun akan dilihatNya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat
atompun akan dilihatNya pula." (Qur’an, 99:7-8) Dan bahwa surga itu benar
adanya dan neraka juga benar adanya. Mereka yang menyembah tuhan selain Allah
mereka itulah menghuni neraka, tempat tinggal dan kediaman yang paling durhaka.
Tatkala ia sedang bertahanuth, ketika itulah datang malaikat membawa sehelai
lembaran seraya berkata kepadanya: "Bacalah!" Dengan terkejut
Muhammad menjawab: "Saya tak dapat membaca". Ia merasa seolah
malaikat itu mencekiknya, kemudian dilepaskan lagi seraya katanya lagi:
"Bacalah!" Masih dalam ketakutan akan dicekik lagi Muhammad menjawab:
"Apa yang akan saya baca."
Seterusnya malaikat itu berkata: "Bacalah! Dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya …" Lalu ia mengucapkan bacaan itu. Malaikatpun pergi, setelah kata-kata itu terpateri dalam kalbunya.
Seterusnya malaikat itu berkata: "Bacalah! Dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya …" Lalu ia mengucapkan bacaan itu. Malaikatpun pergi, setelah kata-kata itu terpateri dalam kalbunya.
Setelah menerima wahyu yang pertama itu
maka Muhammad menjadi seorang utusan (rasul), sehingga dia mempunyai kewajiban
untuk menyampaikan ajaran Allah SWT kepada umat manusia. Setelah menjadi rasul,
maka sifat-sifat mulia yang dimilikinya tdak hanya dimilikinya sendiri, namun
dia harus mengajarkan dan memberi teladan kepada umat manusia untuk berakhlak
yang mulia. Nabi Muhammad bersabda :
Artinya : “Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak)” (HR Ahmad).
Artinya : “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.
Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya”. (QS Fathir : 10)
Nabi Muhammad mengajarkan bahwa kemuliaan manusia tidak diukur dari harta, keturunan, suku, keindahan tubuh, kekuatan, maupun pangkat dan jabatannya dalam masyarakat.
Artinya : “Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak)” (HR Ahmad).
Artinya : “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.
Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya”. (QS Fathir : 10)
Nabi Muhammad mengajarkan bahwa kemuliaan manusia tidak diukur dari harta, keturunan, suku, keindahan tubuh, kekuatan, maupun pangkat dan jabatannya dalam masyarakat.
Namun kemuliaan manusia terletak pada
ketaatannya kepada Allah SWT dan kemuliaan akhlaknya, baik berupa sikap,
perkataan, maupun perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal ketika itu
masayarakat Arab sangat menonjolkan keturunan dan sukunya. Mereka sering
berselisih, bertengkar bahkan berperang agar sukunya menjadi yang paling
terhormat diantara yang lain. Mereka juga sangat membanggakan harta dan
kedudukan. Semakin banyak harta dan memiliki banyak budak, maka mereka merasa
menjadi mulia. Setelah menjadi rasul, Nabi Muhammad SAW memberikan ajaran yang
sangat mulia bahwa sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat dan dapat
bermanfaat bagi orang lain. Padahal perilaku masyarakat Quraisy saat itu
seringkali menyengsarakan orang lain,, mereka semena-mena terhadap orang-orang
miskin apalagi terhadap budak-budak mereka. Betapa beratnya tugas Nabi Muhammad
SAW untuk membina manusia agar berakhlak mulia ketika kondisi akhlaknya sudah
buruk. Namun semua itu dilakukan beliau dengan penuh kesabaran dan dengan cara
memberi teladan.
B. Nabi Muhammad Sebagai Rahmat bagi
Alam Semesta
Bagi orang-orang yang merasakan bahwa
kehidupan para pembesar dan bangsawan Makkah yang sudah sesat dan keterlaluan,
namun mereka tidak mampu berbuat apa-apa, maka kehadiran Nabi Muhammad saw.
seperti seteguk air saat mereka merasakan dahaga yang sudah sangat lama. Nabi
Muhammad saw. mengajarkan tentang persamaan derajat manusia. Nabi Muhammad saw.
juga mengajarkan agar penyelesaian masalah tidak boleh dilakukan dnegan cara
kekerasan, namun harus dilakukan dengan cara-cara yang damai dan beradab. Hal
ini tercermin dalam tindakan Nabi Muhammad ketika mendamaikan masyarakat Makkah
saat akan meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.
Nabi Muhammad mengajarkan agar manusia
bekerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhannya, namun ketika menjadi kaya maka
dia harus mengasihi yang miskin dengan cara menyisihkan sebagian hartanya untuk
mereka. Orang yang kuat harus mengasihi yang lemah. Orang tua harus menyayangi
anaknya baik anak itu laki-laki maupun perempuan, sebaliknya anak harus
menghormati dan berbakti kepada orang tuanya walaupun mereka sudah sangat tua.
Ketika antar anggota masyarakat dapat memahami hak dan kewajibannya, saling
menghormati, menghargai, dan mengasihi, maka akan menjadi masyarakat yang
damai, aman, tenteram dan sejahtera. Terbukti, saat ini keadaan Masyarakat
Makkah dan Madinah menjadi masyarakat yang sangat beradab, damai, sejahtera dan
mengalami kemajuan yang pesat. Semua itu diawali dengan ketakwaan mereka kepada
Allah dan senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad saw. Dengan
demikian sesungguhnya Nabi Muhammad ditus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi
seluruh alam. Nabi tidak hanya diutus untuk penduduk Makkah saja, atau bagi
bangsa Arab saja, namun nilai-nilai yang dibawanya adalah nilai-nilai
universal yang dapat meningkatkan martabat umat manusia sehingga berbeda dengan
binatang.
Artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QَS Al Anbiya : 107}
Artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QَS Al Anbiya : 107}
C. Meneladani Dakwah Nabi Muhammad SAW
dan Para Sahabat di Makkah
Pada mulanya, dakwah Nabi Muhammad di
Makkah dimulai dari sanak keluarga dan kerabat dekat. Itupun dilakukan secara
sembunyi-sembunyi, di rumah salah seorang sahabat yang bernama Al Arqom bin
Abil Arqom Al Makhzumi. Upaya tersebut membuahkan hasil yang cukup
menggembirakan. Kurang lebih tiga tahun ada 39 orang yang menyatakan iman dan
Islam, semuanya dari kerabat dekat dan sahabat-sahabat yang lain. Di antara
kerabat dekat yang masuk Islam waktu itu antara lain Khadijah, Ali bin Abi
Thalib, Abu Bakar, Zaid bin Haritsah. Khadijah, istri nabi, orang yang cukup
terpandang dan kaya raya. Abu Bakar, seorang dermawan yang kaya raya. Ali bin
Abi Tholib, seorang pemuda yang cukup cerdas dan dihormati. Dengan masuk
Islamnya orang-orang tersebut membawa pengaruh besar pada dakwah nabi sampai
masa berikutnya. Karena orang-orang tersebut cukup dihormati di kalangan
orang-orang Quraisy.
Di antara sahabat yang menyusul masuk
Islam antara lain Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash,
Abdurrahman bin Auf, Fatimah binti Khatab serta suaminya (Said bin Zaid), Arqam
bin Abil Arqam, Thalhah bin Ubaidillah. Mereka termasuk “Assabiqunal Awwalun”,
yakni orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Dakwah secara terang-terangan
yang dilakukan Nabi Muhammad saw. mendapat reaksi cukup keras dari para pemuka
dan tokoh Quraisy, antara lain Abu Lahab (Abdul Uzza), Abu Jahal, Umar ibnu
Khatab (sebelum masuk Islam), Uqbah bin Abi Muatih, Aswad bin Abdi Jaghuts,
Hakam bin Abil Ash, Abu Sufyan bin Harb (sebelum masuk Islam), Ummu Jamil
(istri Abu Lahab). Reaksi keras yang dilakukan oleh para tokoh Quraisy tersebut
antara lain berupa ejekan, hinaan, hasutan, ancaman, dan penganiayaan secara
fisik. Hal yang sama juga dilakukan kepada orang-orang Quraisy sendiri, agar
tidak mengikuti seruan Nabi Muhammad. Namun, Rasulullah tetap tabah dan sabar,
dakwah pun tetap dijalankan. Bahkan semakin terang-terangan dan meluas ke
wilayah lain.
Menghadapi sikap Rasulullah tersebut
orang-orang Quraisy bertambah marah, bahkan pernah merencanakan akan melakukan
pembunuhan terhadap Nabi Muhammad. Rencana tersebut dilakukan menjelang Nabi
Muhammad akan hijrah ke Madinah. Atas pertolongan Allah SWT, waktu itu Nabi
selamat dari rencana pembunuhan tersebut. Kemudian bisa hijrah ke Madinah.
Meskipun Nabi Muhammad saw. dengan susah payah dalam berdakwah karena mendapat
tantangan dari Kaum Quraisy, tetapi makin hari makin didengar orang sehingga
makin banyak pengikutnya. Dakwah Nabi Muhammad di Makah dilakukan kurang lebih
selama 13 tahun, dan selebihnya selama 10 tahun Nabi Muhammad berada di
Madinah. Ketika berdakwah di Makkah, tantangan yang dihadapi oleh Rasulullah
dan para sahabat begitu besar. Dari uraian sejarah di atas dapat diambil
pelajaran yang sangat berharga dari cara cara dakwah Rasulullah yang harus
diteladani oleh umat islam, antara lain adalah :
1. Nabi Muhammad berdakwah dengan keeladanan. Sebelum beliau menyampaikan sesuatu, maka beliau terlebih dahulu melaksanakanya. Jadi, disamping dakwah dengan lisan, dakwah juga dilakukan dengan perbuatan, sikap, dan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Disampaikan dengan penuh kehati-hatian, sabar, dan menggunakan bahasa yang halus dan lemah lembut serta dengan bahasa yang mudah dipahami.
3. Rasulullah saw. memposisikan para pengikutnya sebagai sahabat, hal ini tercermin dalam sebutan para pengikutnya yakni dengan sebutan ‘sahabat’. Cara seperti ini menimbulkan rasa simpati yang luar biasa, karena di dalam Islam nyata-nyata diterapkan kesetaraan.
4. Rasulullah saw. selalu bersama para sahabat-sahabatnya baik dalam keadaan suka maupun duka, dengan demikian terjalin persatuan, kesatuan, dan solidaritas umat Islam yang sangat kuat. Dalam berdakwah Rasulullah saw. tidak pernah memaksakan kehendak, Rasulullah saw hanya menyampaikan ajaran dari Allah SWT, dan memberikan pemahaman secara rasional dan dengan hati yang jernih. Mengikuti atau tidak hal itu menjadi hak pribadi masing-masing. Dengan kata lain, dalam berdakwah Rasulullah saw tidak pernah menggunakan cara-cara kekerasan.
1. Nabi Muhammad berdakwah dengan keeladanan. Sebelum beliau menyampaikan sesuatu, maka beliau terlebih dahulu melaksanakanya. Jadi, disamping dakwah dengan lisan, dakwah juga dilakukan dengan perbuatan, sikap, dan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Disampaikan dengan penuh kehati-hatian, sabar, dan menggunakan bahasa yang halus dan lemah lembut serta dengan bahasa yang mudah dipahami.
3. Rasulullah saw. memposisikan para pengikutnya sebagai sahabat, hal ini tercermin dalam sebutan para pengikutnya yakni dengan sebutan ‘sahabat’. Cara seperti ini menimbulkan rasa simpati yang luar biasa, karena di dalam Islam nyata-nyata diterapkan kesetaraan.
4. Rasulullah saw. selalu bersama para sahabat-sahabatnya baik dalam keadaan suka maupun duka, dengan demikian terjalin persatuan, kesatuan, dan solidaritas umat Islam yang sangat kuat. Dalam berdakwah Rasulullah saw. tidak pernah memaksakan kehendak, Rasulullah saw hanya menyampaikan ajaran dari Allah SWT, dan memberikan pemahaman secara rasional dan dengan hati yang jernih. Mengikuti atau tidak hal itu menjadi hak pribadi masing-masing. Dengan kata lain, dalam berdakwah Rasulullah saw tidak pernah menggunakan cara-cara kekerasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar